Kaesang Ogah Diwawancara, PSI: Kita Sudah Diserang
- Fitri Anggiawati/ VIVA Banyuwangi
Banyuwangi, VIVA Banyuwangi – Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep enggan menemui wartawan yang hendak melakukan wawancara saat ia melaksanakan kegiatannya di Rumah Apung Bangsring, Wongsorejo, Banyuwangi.
Hal tersebut disampaikan koordinator tim media Kaesang bernama Budi ketika menemui awak media yang telah menunggu sejak pagi di area acara.
Budi menyampaikan pesan bahwa Kaesang mempersilakan wartawan apabila hendak mengambil gambar terkait suasana kegiatan PSI bersama nelayan tersebut namun tidak untuk wawancara.
"Kalau soal Banyuwangi oke, tapi kalau tentang Bang Ade (Ade Armando) dia enggak mau. Kita sudah diserang,” kata Budi kepada Banyuwangi.viva.co.id.
Serangan yang dimaksud adalah pertanyaan-pertanyaan terkait skandal yang diciptakan salah satu anggota PSI yang cukup kontroversial, Ade Armando.
“Jadi, mas bilang begitu ke saya. Teman-teman mau ambil gambar, silakan, tapi tidak ada doorstop,” lanjutnya.
Bahkan 3 media nasional yang telah dibawanya dari Jakarta juga harus mengalami penolakan yang sama, yaitu tidak dapat melakukan wawancara.
Budi mengungkap bahwa pertanyaan terkait sikap PSI terhadap kontroversi terbaru Ade Armando sudah banyak ditanyakan dari media lokal bahkan hingga nasional.
Budi menyebut bahwa terkait keputusan yang akan diambil oleh PSI pun saat ini masih digarap dan melalui tahap-tahap pemeriksaan untuk mengetahui letak kesalahannya.
Seperti diketahui, Ade Armando membuat kontroversi dengan ucapannya yang menyinggung soal sistem pemerintahan di Yogyakarta yang disebutnya politik dinasti.
“Politik dinasti sesungguhnya adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, gubernurnya tidak dipilih melalui pemilu, gubernurnya adalah Sultan Hamengku Buwono ke-X yang menjadi gubernur karena garis keturunan,” tulis Ade dalam X pada Minggu, 3 Desember 2023 namun kini sudah dihapus.
Karena hal tersebut, Ade menghadapi gelombang protes dari masyarakat Yogyakarta yang menuntut klarifikasi Ade, bahkan berupaya menutup kantor cabang PSI di Yogyakarta.
Sementara itu, Sultan Hamengku Buwono ke-X menanggapi tenang polemik tersebut dengan mengatakan bahwa DIY adalah daerah istimewa yang diakui melalui Undang-undang Keistimewaannya.
“Kalimat dinasti atau nggak, di situ juga nggak ada. Yang penting kita bagian dari Republik dan melaksanakan keputusan UU yang ada. Kalau dianggap dinasti ya diubah saja UUD,” tandasnya.