Hak Paten Varietas Kopi Milo Pace Bernasib Tragis, PPL di Jember Ngelus Dada

Tanaman Kopi Milo Pace tragis dan rata dengan tanah
Sumber :
  • Sugianto/ VIVA Banyuwangi

Jember, VIVA Banyuwangi – Hak paten varietas Kopi Milo Pace bernasib tragis, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) setempat hanya bisa mengelus dada. 

Sekda Jember Ditahan Polda Jatim, Diduga Korupsi Proyek Billboard

PPL bernama Kuncahyono hanya bisa mengelus dada, dimana perjuangannya menjadikan Kopi Milo Pace menjadi hak paten di Kementerian Pertanian, kini sudah dibabat habis oleh kepala desa. 

Dimana persoalan ini muncul, ketika petani kopi Milo Pace tidak mendukung kepala desa terpilih dan memutuskan lahan Tanah Kas Desa (TKD) yang digunakan tanaman Kopi Milo tidak diperpanjang sewanya oleh Kades Farohan. 

TKW Jember Terjebak Perdagangan Orang Keluarga Tuntut Transparansi Kasus

"Saya hanya bisa mengelus dada, cuma bisa nonton, nangis, tidak bisa berbuat apa-apa. Yang punya wilayah, punya kekuasaan penuh untuk mengatur wilayahnya," kata Pria yang akrab di sapa Arik, saat dihubungi banyuwangi.viva.co.id, Selasa 20 Februari 2024.

Arik menceritakan, perjuangannya bersama dengan tim untuk mendapatkan hak paten di Kementerian Pertanian cukup memakan waktu, tenaga, pikiran dan biaya. 

Secangkir Kopi, Sejuta Cerita: Menyelami Pesona Agrowisata Kebun Kopi Blangpidie di Aceh

"Saya yang memperjuangkan sendiri, kebetulan saya tim didalamnya.Yang jelas bukan kecewa lagi (sekarang), itu ikon kekayaan intelektual dalam satu daerah," akunya. 

Menurutnya, keberadaan Kopi Milo Pace yang menjadi hak paten Kabupaten Jember bukan hanya milik warga Pace, Kecamatan Silo, namun juga kebanggan masyarakat Jember. 

"Masyarakat luar, siapa yang tidak kenal Kopi Milo Pace sekarang, mencarinya juga tinggal klik di website dan sangat mudah," terangnya. 

Arik menyampaikan penyesalan dengan apa yang terjadi dengan kopi Milo Pace, yang sekarang kondisi pohonnya bernasib tragis. 

"Kami selaku PPL dengan teman-teman, yang disesalkan bukan hanya lahannya siapa dan milik siapa. Cuma yang kami sayangkan adalah varietas unggul lokal yang kami punya," kisahnya. 

Arik mengaku, tidak mudah untuk menjadikan sebuah produk yang tidak dimiliki oleh daerah lain, atau bahkan di Indonesia

"Mulai pagi sampai sore, pagi sampai sore dan beberapa hari kami lakukan, dan memang tidak mudah. Itupun yang kami kirim, masih ditolak dan kalau melihat riwayatnya, ngelus dada," ungkapnya. 

Petugas PPL itu merasa perjuangannya sia-sia, ketika melihat tanaman kopi Milo Pace rata dengan tanah. 

"Sekarang tahu-tahu, yang kami perjuangkan sudah rata dengan tanah. Mau gimana lagi, nasi sudah menjadi bubur," tambahnya.