Profil dan Isi Surat Dokter yang Mundur dari RS Medistra Karena Larangan Hijab

Foto Dr. Diani Kartini
Sumber :
  • Istimewa

Viral, VIVA Banyuwangi – Kasus viral seorang dokter spesialis onkologi, yang mengundurkan diri dari RS Medistra karena merasa didiskriminasi terkait penggunaan hijab, telah memicu perdebatan sengit di media sosial.

Sunan Giri: Wali Penyebar Islam, Antara Legenda dan Peninggalan Sejarah

Kejadian ini menyoroti isu kebebasan beragama di tempat kerja dan memicu reaksi keras dari masyarakat yang menganggapnya sebagai pelanggaran HAM.

Profil dr. Diani Kartini

Diani Kartini adalah seorang dokter spesialis onkologi yang saat ini berpraktik di Rumah Sakit Medistra dan RSU Bunda Jakarta. 

Sunan Ampel: Merangkai Dakwah dengan Kearifan, Menebar Islam di Tanah Jawa

Peremupuan itu meraih gelar dokter umum dari Universitas Sebelas Maret, Solo, pada tahun 2000, dan kemudian melanjutkan pendidikan spesialis bedah di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, lulus pada tahun 2006.

Dedikasinya pada bidang ini terbukti melalui pencapaian pendidikan lanjutannya. Dr. Diani menyelesaikan pendidikan Subspesialis Onkologi pada tahun 2009 dan meraih gelar Doktor dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2019.

Sunan Gresik: Sang Pembuka Pintu Islam di Nusantara, Antara Legenda dan Warisan Abadi

Selain praktik klinisnya, beliau juga aktif dalam dunia pendidikan sebagai Dokter Pendidik Klinis di Program Studi Ilmu Bedah FKUI dan memegang jabatan Lektor.

Keahliannya yang mendalam dalam bedah onkologi juga diakui melalui perannya sebagai staf di Divisi Bedah Onkologi, Departemen Ilmu Bedah FKUI-RSCM.

Mengabdi selama 14 tahun, dr. Diani Kartini memutuskan untuk mengundurkan diri.

Surat pengunduran dirinya, yang dilayangkan pada 29 Agustus 2024, mengungkapkan alasan di balik keputusan berat tersebut, kebijakan rumah sakit yang melarang penggunaan hijab bagi tenaga medis.

Dalam surat yang ditujukan kepada direksi RS Medistra, dr. Diani mengungkapkan kekecewaannya yang mendalam.

"Saya sangat menyayangkan jika di era modern ini masih ada kebijakan yang diskriminatif seperti itu," tulisnya.

Dr. Diani juga menyoroti adanya rumah sakit lain di Jakarta Selatan yang lebih besar dan lebih ramai, namun tetap memberikan kebebasan bagi seluruh tenaga medis untuk mengenakan hijab. Hal ini semakin mempertegas pertanyaan beliau tentang kebijakan RS Medistra yang dianggapnya tidak adil.

"Apakah ada standar ganda cara berpakaian untuk perawat, dokter umum, dokter spesialis, dan subspesialis di RS Medistra?" tanyanya dalam surat tersebut. 

Reaksi Keras Warganet: Ini Pelanggaran HAM

Langkah yang diambil dr. Diani ini mendapat banyak support dan dukungan dari warganet, yang menganggapnya sebagai keputusan berani dalam mempertahankan prinsip. 

"Hadeuhhh ibu dokter, dengan spesialis ibu dengan pengalamanmu bahkan dengan titel dalam menit ini engkau keluar, dalam menit ini engkau dipinang sama RS lain," tulis seorang warganet dengan penuh kekaguman. 

"Pelanggaran HAM," tulis seorang pengguna media sosial, merespons berita tersebut.

"Masih ada yang beginian di Indonesia? Katanya negeri ini sudah merdeka 79 tahun," tulis seorang warganet lainnya.

Isi Lengkap Surat Pengunduran Diri dr. Diani Kartini

“Selamat siang Para Direksi yang terhormat. Saya ingin menanyakan terkait persyaratan berpakaian di RS Medistra. Beberapa waktu lalu, asisten saya dan juga kemarin kerabat saya mendaftar sebagai dokter umum di RS Medistra. Kebetulan keduanya menggunakan hijab.

Ada pertanyaan terakhir di sesi wawancara menanyakan terkait performance dan RS Medistra merupakan RS internasional sehingga timbul pertanyaan apakah bersedia membuka hijab jika diterima?

Saya sangat menyayangkan jika di zaman sekarang masih ada pertanyaan rasis. Dikatakan RS Medistra berstandar internasional tetapi mengapa masih rasis seperti itu? Salah satu RS di Jakarta selatan, jauh lebih ramai dari RS Medistra, memperbolehkan semua pegawai baik perawat, dokter umum, spesialis dan subspesialis menggunakan hijab

Jika RS Medistra memang RS untuk golongan tertentu, sebaiknya jelas dituliskan saja kalau RS Medistra untuk golongan tertentu sehingga jelas siapa yang bekerja dan datang sebagai pasien.  Sangat disayangkan sekali dalam wawancara timbul pertanyaan yang menurut pendapat saya ada rasis.

Apakah ada standar ganda cara berpakaian untuk perawat, dokter umum, dokter spesialis dan subspesialis di RS Medistra? Terima kasih atas perhatiannya”

Kasus yang menimpa Dr. Diani ini mengungkap masalah yang lebih luas mengenai kebebasan beragama di tempat kerja, khususnya di sektor kesehatan. Dengan semakin banyaknya perempuan Muslim yang memasuki dunia kerja, termasuk di bidang medis, kebijakan seperti ini bisa menjadi penghalang bagi mereka untuk menjalankan profesinya tanpa harus mengorbankan keyakinannya.

Di sisi lain, tindakan RS Medistra yang melarang penggunaan hijab dianggap tidak sejalan dengan prinsip-prinsip kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi Indonesia. Hal ini juga bisa berdampak negatif pada citra rumah sakit tersebut, baik di mata publik maupun di kalangan tenaga medis yang mungkin merasa tidak nyaman bekerja di lingkungan yang diskriminatif.