Tradisi Unik Kebo - Keboan Yang Berasal Dari Banyuwangi

Kebo Keboan Adat Banyuwangi
Sumber :

BanyuwangiKebo-Keboan merupakan salah satu upacara adat Banyuwangi. Sesuai namanya, Kebo-Keboan dilakukan oleh seseorang yang berubah dan berdandan seperti seekor kerbau. 

Sambut WWF, Polda Jatim Siapkan Pengamanan Ketat

Tradisi ini biasanya dilakukan oleh para petani yang berasal dari suku Osing, sebagai wujud rasa syukur atas hasil panen yang mereka terima.

Sejarah 

KPK Bimtek ke Banyuwangi, Soroti Soal Pengelolaan Keuangan Daerah

Legenda mengatakan, bahwa upacara adat kebo - keboan diawali terjadinya sebuah wabah penyakit di Desa Alasmalang, jika terkena wabah penyakit itu pada malam hari, maka paginya akan mati, wabah penyakit ini juga, konon tidak bisa disembuhkan oleh ilmu yang manusia 

Toko masyarakat yang bernama Buyut Karti mendapatkan wangsit atau pesan untuk menggelar upacara bersih desa, hal ini bertujuan agar bisa menyembuhkan wabah penyakit yang terjadi di Desa Alasmalang, selain wangsit bersih desa, para petani juga diminta agar menjelma seperti kerbau. 

Ratusan Masyarakat Wongsorejo Nobar Indonesia vs Guinea di Pinggir Jalur Jawa - Bali

Pemilihan kerbau sebagai media dalam upacara adat merupakan simbol kebaikan bagi rakyat, khusunya dalam bidang pertanian. 

Di Banyuwangi sendiri, terdapat dua desa yang masih melaksanakan tradisi ini, yaitu Desa Aliyan dan Alasmalang. Tujuan dari dilakukannya ritual ini pada umumnya sama, hanya saja alur pelaksanaannya berbeda di masing-masing desa.  

Penyajian Desa Alamalang 

Tradisi kebo-keboan di Alasmalang berfungsi sebagai daya tarik pariwisata. Oleh karena itu penyajiannya banyak melalui proses modifikasi.  

Acara ini akan diawali dengan, syukuran bersama dengan makan bersama di sepanjang jalanan desa, sajian makanan terdiri dari 12 tumpeng dan lauk pauknya. Setiap jumlah sajian memiliki makna tersendiri, 12 tumpeng mewakili jumlah bulan dalam satu tahun, lalu jenang sengkolo sebanyak 5 porsi, jenang sengkolo mewakili jumlah hari pasaran dalam kalender Jawa, ada juga jenang suro sebanyak 7 porsi, jenang suro mewakili jumlah hari dalam 1 minggu, para pawang adat melakukan meditasi di tempat-tempat yang diaggap keramat. Tempat-tempat tersebut di antaranya, Watu Laso, Watu Gajah, dan Watu Tumpeng.

Setelah itu, kegiatan selanjutnya adalah mengarak tiga puluh manusia kerbau mengelilingi empat penjuru desa yang dipimpin oleh tokoh adat. Di setiap penjuru desa sudah disiapkan sesaji sebagai simblol penolak bala. Kegiatan arak-arakan tersebut biasa disebut ider bumi.

Dalam kegiatan ider bumi, tokoh yang menjadi manusia kerbau yaitu para petani. Gerakan yang dilakukan menyerupai kerbau yang sedang membajak sawah. Di belakang arak-arakan manusia kerbau, ada sebuah kereta yang terbuat dari berbagai hasil bumi. Kereta tersebut adalah kendaraan yang digunakan oleh Dewi Sri, yang melambangkan dewi padi dan dewi kesuburan.

Lalu kegiatan itu akan diakhiri dengan penanaman benih padi oleh manusia kerbau, yang diharapkan bisa memberikan panen yang melimpah. Selain itu, tokoh yang mempunyai peran sebagai Dewi Sri, mempunyai tugas untuk membagikan benih padi tersebut. 

Penyajian Desa Aliyan 

 

Kebo-Keboan Desa Aliyan, Banyuwangi

Photo :
  • -

 

Tradisi Kebo-Keboan di Desa Aliyan masih kental dengan aturan adat yang terstruktur.

Pada tahap persiapan dengan memasang umbul-umbul di sepanjang jalan desa. Hal ini dilakukan sebagai tanda bahwa desa Aliyan akan melaksanakan tradisi Kebo-Keboan.

Selain memasang umbul-umbul, masyarakat juga mendirikan gapura yang terbuat dari bambu sebagai pertanda pintu masuk daerah dilaksanakannya upacara adat. Masyarakat memberi nama gapura tersebut dengan istilah Lawang Kori atau Pura Bungkil.

Lalu masyarakat membuat kubangan. Posisi kubangan disesuaikan dengan rute arak-arakan ider bumi. Makna kubangan melambangkan tempat persemaian padi tumbuh menjadi tanaman padi dan menghasilkan bulir padi sebagai tanaman panganyang penting bagi manusia.

Tahap selanjutnya membuat gunungan hasil bumi. Gunungan hasil bumi ini diisi oleh buah-buahan dan hasil bumi lainnya yang melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat di desa Aliyan.

Pada puncak upacara yaitu Ider Bumi, Di mana para manusia kerbau diarak ke seleruh desa, sesuai rute yang telah dibuat. Dalam kegiatan Ider Bumi diperlukan singkal sebagai alat yang melekat dan menyatu dengan kerbau dan menjadi simbol petani ketika bekerja di sawah.

Kegiatan diakhiri dengan ngurit. Pada kegiatan ini ada tokoh yang bernama Dewi Sri bertugas memberikan benih kepada ketua adat yang selanjutnya diberikan kepada masyarakat agar ditanam.

Kendati demikian, meskipun adanya perbedaan tata cara pelaksanaan antar desa, namun dua desa ini memiliki tujuan yang sama,yaitu sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen yang diberikan.