Tradisi Nyadran, Refleksi Kearifan Lokal dalam Merawat Hubungan Sosial dan Spiritual
- https://kemenag.go.id/feature/nyadran-ikhtiar-masyarakat-getas-rawat-kerukunan-iws0il
Budaya, VIVA Banyuwangi –Tradisi adalah bagian tak terpisahkan dari identitas suatu masyarakat. Di Jawa Tengah, salah satu tradisi yang masih lestari hingga kini adalah Nyadran, sebuah ritual adat yang dilakukan menjelang bulan Ramadan, di mana masyarakat melakukan ziarah kubur leluhur dan menyelenggarakan kenduri sebagai bentuk penghormatan dan doa bersama.
Nyadran bukan hanya ritual spiritual, tetapi juga mengandung nilai sosial dan budaya yang kuat, mencerminkan kearifan lokal masyarakat Jawa.
Nyadran biasanya dilaksanakan secara massal di makam leluhur atau makam umum desa. Masyarakat membersihkan makam, kemudian berkumpul untuk tahlilan dan makan bersama. Makanan yang dibawa berasal dari rumah masing-masing dan diletakkan bersama-sama, lalu dibagi secara merata.
Dalam konteks ini, Nyadran menjadi wadah mempererat solidaritas sosial dan memperkuat rasa kebersamaan. Tidak ada batas antara kaya dan miskin, semua duduk bersama dalam satu lingkaran, berbagi makanan dan doa.
Secara spiritual, Nyadran adalah bentuk pengingat akan kematian dan ajakan untuk merenungi kehidupan. Dalam tradisi ini, terdapat nilai-nilai ajaran Islam yang diakulturasikan dengan budaya lokal Jawa, seperti tahlil dan pembacaan doa.
Inilah contoh konkret bagaimana Islam berkembang secara damai di tanah Jawa, menyatu dengan budaya lokal tanpa menghapus akar tradisinya.
Lebih jauh lagi, Nyadran juga menunjukkan peran penting budaya dalam menjaga keharmonisan masyarakat. Ketika modernisasi dan globalisasi cenderung membawa individualisme, tradisi semacam ini menjadi ruang untuk memperkuat nilai gotong royong dan rasa hormat terhadap leluhur, yang semakin langka dalam kehidupan urban.