Sejarah Tari Gandrung yang Menjadi Ikon dan Ciri Khas Banyuwangi
Gandrung Perempuan Pertama
Gandrung perempuan, pertama kali dikenal dalam sejarah adalah gandrung semi, yaitu seorang anak kecil yang pada saat itu masih berusia sepuluh tahun di tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya oleh masyarakat, pada saat itu Semi menderita penyakit cukup parah.
Segala cara telah dilakukan, bahkan Semi datang ke dukun, namun Semi tetap tidak kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi bernama Mak Midhah pun bernazar, “kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Jika kamu sembuh, saya akan jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi).
Setelah mengucapkan nazar tersebut, ternyata akhirnya Semi sembuh dari penyakitnya dan sesuai dengan sang ibu, mak Semi pun dijadikan sebagai Seblang dan memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh seorang perempuan.
Tradisi gandrung yang dilakukan Semi, lalu diikuti oleh adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai nama panggung. Kesenian ini lalu semakin berkembang di daerah Banyuwangi yang lain dan kemudian menjadi ikon khas di daerah setempat.
Pada mulanya, gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan dari penari gandrung sebelumnya saja, akan tetapi sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis muda yang bukan keturunan dari gandrung ikut mempelajari tari gandrung dan menjadikannya sebagai sumber dari mata pencaharian, selain untuk mempertahankan eksistensi tari gandrung yang makin terdesak pada akhir abad ke 20.
Sejak Desember 2000, tari gandrung pun resmi menjadi maskot pariwisata Banyuwangi yang disusul dengan pematungan gandrung yang dipajang di berbagai sudut kota maupun desa.