RUU Penyiaran Larang Tayangan Mistis, IJTI Banyuwangi: Tidak Ramah Budaya Indonesia

Aksi teatrikal saat demo tolak RUU Penyiaran di Banyuwangi
Sumber :
  • Fitri Anggiawati/ VIVA Banyuwangi

Banyuwangi, VIVA Banyuwangi – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Banyuwangi mengkritisi larangan tayangan mistis dan pengobatan tradisional yang terdapat pada RUU Penyiaran yang saat ini bergulir di Badan Legislasi (Banleg) DPR RI. 

Cegah Gangguan Keamanan, Petugas Gabungan Kawal Malam Takbiran di Pasar Bajulmati

"Hari ini aliansi Jurnalis Banyuwangi menolak revisi Undang-undang Penyiaran karena di situ banyak sekali yang membungkam kebebasan pers," kata Ketua IJTI Banyuwangi, Syamsul Arifin.

RUU Penyiaran dinilai mengkebiri kebebasan pers seperti yang tertuang dalam UU No 40 tahun 1999, bahkan IJTI juga menyebut terdapat materi revisi yang tidak ramah terhadap budaya Indonesia karena melarang tayangan mistis dan pengobatan supranatural. 

Warga Miskin di Plampangrejo Banyuwangi Meratap, BLT Enam Bulan Tak Kunjung Cair

“Ada upaya membunuh karakter bangsa. Sebab di Indonesia khususnya Banyuwangi banyak seni budaya yang berbasis mistis seperti Seblang, Kebo-keboan dan lainnya,” ujar pria yang akrab disapa Bono tersebut. 

Ketua IJTI Banyuwangi juga mengingatkan bahwa sebelum ada dokter, pengobatan supranatural telah ada dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. 

Dana BLT Desa Plampangrejo 6 Bulan Tak Disalurkan, Bendahara Akui Desa Alami Defisit

Penolakan yang sama juga diungkapkan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Independent (AJI) yang mengatakan RUU Penyiaran mengebiri tugas jurnalis karena melarang liputan investigasi serta merecoki kewenangan yang dimiliki Dewan Pers. 

"Kita sudah ada Dewan Pers yang menangani sengketa pers. Kami khawatir rancangan revisi Undang-undang penyiaran ini dilanjutkan akan akan ada tumpang tindih kewenangan," tutur Ketua PWI Banyuwangi, Budi Wiryanto. 

Halaman Selanjutnya
img_title