Semangat Literasi, Cara Tunggul Harwanto Bangkitkan Minat Baca Anak Negeri

Tunggul Harwanto, penggagas Rumah Literasi Indonesia
Sumber :
  • Dok. Rumah Literasi Indonesia/VIVA Banyuwangi

Banyuwangi, VIVA Banyuwangi – Budaya literasi menjadi indeks penting yang dapat menunjukkan tingkat kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sebuah bangsa. Sayangnya, tingkat literasi di Indonesia menempati peringkat 62 dari 70 negara pada 2019.

Puluhan Guru SMP Ikut Pelatihan Kesehatan Reproduksi

Dengan kata lain, Indonesia masih tergolong sebagai salah satu negara dengan tingkat literasi yang rendah di dunia. Ini terlihat dari posisi Indonesia yang berada dalam bagian 10 negara terbawah dalam hal budaya membaca masyarakat.

Sementara itu, Jawa Timur sendiri berada di urutan 26 dari 34 provinsi di Indonesia dalam hal minat baca masyarakat. Kondisi inilah yang kemudian menjadi lecutan bagi Tunggul Harwanto untuk menggagas sebuah gerakan berbasis literasi di masyarakat.

Ini Pesan Kepala Disdikbud Bireuen Kepada Kepala Sekolah dan Guru PAUD

Berawal dari kampung halamannya di Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Tunggul Harwanto bersama dengan rekan-rekannya mendirikan sebuah yayasan yang ia beri nama Rumah Literasi Indonesia.

“Berdirinya komunitas ini awalnya dimulai dari keresahan akan tingkat baca di Banyuwangi yang masih tergolong rendah,” kata Tunggul Harwanto saat dihubungi oleh Banyuwangi.viva.co.id pada 30 Oktober 2023.

Kunjungi SMPN 1 Singojuruh, Bupati Banyuwangi Soroti Praktik Parenting

Gerakan yang digagas oleh Tunggul Harwanto dan kawan-kawannya itu berupaya memanfaatkan potensi desa untuk menyebarkan kepedulian literasi di kalangan masyarakat, terutama bagi generasi muda.

Pemuda yang akrab disapa Tunggul ini bercerita, awalnya ia dan teman-temannya ini merasa bahwa akses pendidikan yang diterima oleh anak-anak desa masih belum terbuka secara luas.

“Buku-buku bacaan terbatas, yang menyebabkan cita-cita mereka seakan terpangkas. Oleh karena itu, anak-anak ini butuh bantuan untuk bisa melihat dunia luas dengan kacamata yang lebih bebas,” tuturnya.

Perjalanan Tunggul bersama kawan-kawannya ini dimulai sejak 2014 yang berawal dari satu taman baca di Desa Ketapang. Dari situ, mereka membangun konsep dan rencana ke depan agar gerakan mereka semakin berdampak bagi masyarakat.

“Dari situ, kami kemudian menggagas gerakan 1000 rumah baca menggandeng para relawan untuk menyediakan bacaan yang beragam di wilayah pelosok-pelosok Banyuwangi,” terang Tunggul.

Hingga akhirnya di tahun 2017, Tunggul memberanikan diri untuk membuat kemajuan besar yaitu dengan melegalkan komunitas mereka sebagai yayasan organisasi non profit (NGO) di Banyuwangi.

“Awalnya, nama komunitas ini Rumah Literasi Banyuwangi. Namun sejak dilegalkan pada 2017, menjadi Rumah Literasi Indonesia,” jelasnya.

Lebih lanjut, Tunggul juga berkolaborasi dengan berbagai pihak demi mengembangkan sumber daya manusia di lingkungan sekitar, khususnya di Desa Ketapang. Ini juga yang kemudian membuatnya menggandeng Pemerintah Desa Ketapang untuk membangun desa dengan konsep Desa Literasi.

Melalui konsep Desa Literasi ini, para relawan tidak hanya mewujudkan masyarakat Desa Ketapang menjadi warga yang melek baca saja. Tunggul mengungkap, ada beberapa aspek literasi yang mereka kembangkan seperti literasi anak-anak, literasi remaja, literasi warga dan masih banyak lagi.

“Untuk anak-anak ada program rumah baca, untuk remaja kita menghadirkan program kerelawanan, untuk orang tua kita berkolaborasi dengan berbagai program edukasi parenting,” ucap Tunggul.

Perjuangan para relawan Rumah Literasi Indonesia ini sedikit demi sedikit mulai menginspirasi pemuda-pemuda di Banyuwangi untuk turut serta dan membangun taman baca di lingkungan masing-masing. Ini terlihat dari setidaknya ada 57 rumah baca di berbagai wilayah yang sudah tergabung dalam jejaring Rumah Literasi Indonesia.

Semangat membangun literasi dari kampung halaman ini membawa Tunggul Harwanto meraih penghargaan SATU Indonesia Award tingkat Provinsi Jawa Timur pada tahun 2020. Penghargaan yang diinisiasi oleh Astra ini diperuntukkan bagi para penggerak kemajuan di masyarakat, salah satunya di bidang pendidikan.

Rumah Literasi Indonesia, terang Tunggul, berupaya untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya manusia di desa sehingga tak hanya bermanfaat bagi sejumlah kalangan saja. Bahkan, komunitas ini juga memiliki kegiatan sociopreneur yang memungkinkan para relawan bisa tetap berkarir sesuai dengan ketertarikan pribadi masing-masing.

“Spirit utama kami adalah gerakan, tapi jangan sampai relawan ini justru malah susah. Harus ada pengembangan dan pendampingan karir bagi mereka. Kuncinya, kita bisa bermanfaat bagi masyarakat dan bagi diri sendiri,” tambah Tunggul.

Lewat gerakan literasi ini, Tunggul berharap upaya yang ia lakukan bersama para relawan di Rumah Literasi Indonesia itu bisa terus tumbuh dan menginspirasi banyak pihak. Sehingga semakin banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya literasi untuk pengembangan diri dalam kegiatan sehari-hari.

“Kami berharap, upaya yang kami lakukan terus menerus hidup dan tumbuh,” tandasnya.